Skala Prioritas Hidup
Kalau sholat saja asal-asalan, yang penting selesai, bagaimana bisa kau dengan segitu tidak malunya meminta ini itu?
Kalau Al Qur’an saja kau tinggalkan, bagaimana bisa kau jalani harimu dengan tanpa rasa bersalah sedikit pun, dua puluh empat per tujuh?
Kalau dzikir pagi petang saja kau abaikan, bagaimana bisa kau tertawa sekencang itu tanpa gejolak resah dalam diri?
Kalau lima menit pagimu saja kau begitu pelitnya untuk sekadar dua raka’at dhuha, bagaimana bisa kelancaran harimu kau tidak curigai?
Bukankah sangat mungkin jika mulusnya aktivitas hari itu tak lain justru adalah boomerang diri?
Padahal kau tak penuhi hak Sang Pengasih, tapi segalanya tercukupi bahkan lebih. Bukankah ada yang janggal di sana?
Bukankah seharusnya kau taruh curiga besar akan itu?
Kalau Ibu dan Ayahmu saja kau tak hiraukan panggilannya, bagaimana bisa kau bersikap begitu manis di depan selain keduanya?
Kalau Ibu dan Ayahmu saja kau tak suka akan perintahnya, bagaimana bisa kau tunduk patuh gesit mengangguk di hadapan perintah atasan berjas hitam di kantor itu?
Kalau Ibu dan Ayahmu saja kau biarkan keduanya lelah letih tanpa bantuan, bagaimana bisa kau bantu langsung orang tak dikenal itu, bahkan sebelum permintaan bantuan keluar dari mulutnya?
Mengapa kau putarbalikkan skala prioritas dalam hidup?
Tak ada salahnya, sungguh, sama sekali tak ada yang salah dengan sikap baik, ramah, dan manismu itu terhadap sesama. Tetaplah seperti itu pada mereka.
Tapi, kawan, bukankah ada sosok yang seharusnya lebih pantas dan lebih didahulukan atas itu?
Bukankah ada sosok yang jasanya ada di peringkat nomor satu untuk kau balas melebihi jasa manusia mana pun jua?
Bahkan tak pernah keluar satu pun kata, pun gerak tubuh, yang mengisyaratkan bahwa keduanya ingin kau balas jasanya.
Tidak, sekali-kali tidak.
Mereka begitu tulus. Sampai tak pernah sekali pun terbesit dalam pikiran mereka akan hal itu.
Mereka begitu tulus. Tapi, entah kemana perginya buah hati mereka yang tak tahu diri itu.
Ini hanya celotehan ringan, sedikit tentang skala prioritas hidup. Allahﷻ, Rasul-Nyaﷺ, kemudian Ibu, dan Ayah. Keempatnya menduduki tingkat empat teratas, lima besar.
Jangan kau campuradukkan, apalagi kau letakkan yang seharusnya nomor satu menjadi satu, dua, bahkan tiga tingkat di bawahnya.
Hanya celotehan ringan.
Tak perlu segitu keras kau pasang garis mukamu.
Tapi ambil saja pesannya jika ada.
Semoga tersampaikan dengan baik.
Yogyakarta, 18 Al Muharram 1445 H (10.37 WIB)